MENGENAL MBAH
MUTAMAQIN
Kajen
terletak di kecamatan margoyoso kabupaten Pati, tepatnya 18 km dari kota Pati
arah utara. Di Desa ini tidak ada sawah sama sekali walaupun demikian roda
Ekonomi di Desa ini berputar sangat kencang, sehingga di Desa kajen terdapat
banyak bangunan-bangunan yang menjulang tinggi, seperti Pondok Pesantren,
Gedung Madrasah-madrasah, dan rumah penduduk Desa kajen. Mayoritas penduduk
bermata pencaharian sebagai Wiraswasta sehingga banyak ditemukan toko, warung,
dan rental di desa ini. Bahkan disepanjang jalan Ngemplak-Bulumanis berjajar
toko-toko yang menawarkan aneka produk.
Di desa ini
juga terdapat banyak sekali pondok pesantren putra-putri, hamper 34 pondok
pesantren, diantaranya, Kulon Banon, salafiyah, PMH, Al-Kautsar, dll. Dan
terdapat juga madrasah-madrasah yang
banyak, diantaranya Matholiul Falah. . Di desa ini juga terdapat makam
waliyullah, yaitu Ahmad Mutamaqin.
Ahamad
Mutamaqin lahir di Tuban, adalah seorang ulama besar yang menyebarkan agama
Islam skitar abad 17. Menurut masyarakat beliau adalah cicit dari Jaka tingkir
dari bapak yang bernama Pangeran Benawa II, Banyak murid-murid dan keturunan
beliau yang menjadi Ulama'-ulama' besar di zamannya. Dari murid beliau
diantaranya Syeikh Ronggo Kusumo, Syeikh Badar, Syeikh Mizan, dll. Sedangkan
keturunannya antara lain Syeikh Hendro Muhammad, KH Bagus, KH Abdussalam, KH
Nawawi, KH Sirodj, KH Abdullah Salam, KH Baidlowi Sirodj, KH Hasyim Asy'ari, KH
Bisri Syamsuri, KH Sahal Mahfudz, Gus Dur, dll. Setiap tanggal 9 syuro/9
muharam ada kegiatan rutin untuk khaul Syekh Ahmad al-Mutamakkin, ini menjadi
suatu agenda tersendiri bagi desa kajen.
Ahmad
Mutamakin mempunyai kisah yang sangat luar biasa. Suatu malam, Mbah Mutamakkin
melihat sinar yang terang di langit. Karena heran, kemudian beliau mencari dari
mana asal sinar tersebut. Ternyata sinar tersebut adalah sinar K.H. Syamsuddin,
pemangku Desa Kajen yang sedang melaksanakan shalat tahajjud. Salah satu
contohnya, K.H. Ahmad Mutamakkin melakukan riyadah (tirakat) selama 40 hari
puasa, siang malam, tidak makan dan minum. Pada hari terakhir puasanya, K.H.
Ahmad Mutamakkin menyuruh istrinya membelikan makanan yang paling disukainya di
pasar. Setelah makanan itu matang, bahkan baru hangat-hangatnya dan menjelang
magrib, K.H. Ahmad Mutamakkin justru berkelakuan aneh. Dia menyuruh istrinya
mengikatnya di sebuah tiang. Pada saat magrib tiba, nafsu makannya menggelora
dengan dahsyat. Di depannya tersedia makanan yang paling disukainya.
Pertarungan nafsu dan qalbun salim (hati yang bersih/selamat) akhirnya
dimenangkan oleh qalbun salim. Ajaibnya, dari dalam perutnya keluar dua anjing.
Kedua binatang yang melambangkan bentuk nafsu makan itu langsung memakan habis
makanan yang tersedia di depannya. Namun, kemudian ingin masuk ke dalam
perutnya lagi. K.H. Ahmad Mutamakkin menolak dan akhirnya kedua anjing tersebut
menjadi khadim (pembantu) setia K.H. Ahmad Mutamakkin dalam perjuangannya.
Kedua anjing itu kemudian diberi nama Qomaruddin dan Abdul Qohhar (konon
katanya kedua nama itu diambil dari nama penguasa zalim dari Tuban).
Terdapat pla
suatu adat di makam ini yaitu adat suronan. Adat Peringatan Suronan atau 10
Syuro Tradisi 10 Syura ini merupakan sebuah bentuk tradisi yang hidup dan
berkembang di desa Kajen Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati yang diwariskan
secara turun temurun dan dirayakan setiap tahun dimana penyampaiannya secara
lisan dan merupakan milik bersama pendukungnya. Awal mula dilaksanakannya
tradisi 10 Syura, Syekh Ahmad Al- Mutamakkin ini adalah untuk mengenang akan
jasa – jasa beliau sebagai tokoh agama Islam dan menghargai jasa ilmu yang
beliau turunkan. Fungsi dari tradisi 10 Syura ini adalah sebagai penghormatan
terhadap leluhur, sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagai
gotong royong dan kebersamaan, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT.
Tempat perayaan dan ritual ini berlangsung di makam Syekh Kyai H. Ahmad
Mutamakkin yang berada di tengah-tengah desa Kajen dan sekitarnya. Pelaksanaan
10 Syura ini dimulai dari pembentukan panitia. Panitia ini ada dua yaitu
panitia makam dan panitia desa. Panitia makam sendiri yang terdiri dari
keluarga besar dari keturunan Syekh Ahmad Mutamakin dan orang – orang pengelola
makam. Panitia makam ini bersifat tetap dan ditunjuk secara turun temurun.
Tugas dari panitia makam ini mengadakan ritual yang berada di pesarean.
Sedangkan panitia desa dibentuk dari instansi pemerintah desa dan disahkan oleh
Kepala desa. Tugas dari panitia desa mengadakan acara diluar makam yang
bersifat pemeriahan, misalnya diadakannya karnaval, perlombaan bola voli, bulu
tangkis dan tempat – tempat para pedagang yang datang dan ikut memeriahkan
tradisi ini. Persiapan untuk acara inti yang berada di makam atau waktu
pelaksanaan acara Khaul Syekh Ahmad Al-Mutamakkin oleh warga masyarakat desa
Kajen dan sekitarnya adalah dengan mempersiapkan besek dan ambengan. Setiap
keluarga dengan sukarela membuat 3 besek dan ambengan yang kemudian diserahkan
kepada panitia makam sebagai bancakan atau makanan bagi para peziarah nantinya.
Agar makanan dalam besek tersebut mendapat barokah bagi siapa saja yang
mendapatkannya, maka sebelum dibagikan kepada peziarah, sebelumnya makanan
tersebut didoakan. Seluruh warga masyarakat yang berasal dari desa Kajen dan
sekitarnya yang sengaja berkunjung pada acara ritual berlangsung akan
mendapatkan besek tersebut.
Tradisi
ritual 10 Syura Syekh Ahmad Al-Mutamakkin ini didalamnya terdapat bebarapa
kegiatan yang dilaksanakan selama empat hari berturut-turut, yaitu mulai
tanggal 6 Syura sampai pada penutupan yang dilaksanakan pada tanggal 10 Syura.
Adapun rangkaian ritual keagamaan yang dilaksanakan antara lain; Tahtiman
Al-Quran Bilghoib dan Binnadhor, buka selambu dan pelelangan, serta tahlil
khoul. Serangkaian ritual ini dimulai dengan manaqiban pembukaan di pesareyan
pada tanggal 6 suro. Acara yang kedua yaitu Tahtiman Al-Quran Bil-ghoib Acara
ini dilaksanakan pada tanggal 7 Syura. Acara yang ke tiga Tahtiman Al-Quran
Binnadhor pada tanggal 8 Syura. Tahtiman dilakukan oleh khalayak umum dan
dihadiri oleh para Kyai yang diundang dan juga masyarakat pendukung yang
berasal dari desa Kajen dan sekitarnya. Tahtiman Al-Quran ini dilakukan oleh
laki – laki dan perempuan, yang laki-laki bertempat di pesareyan sedangkan yang
perempuan bertempat disekitar pesareyan. Biasanya para warga desa Kajen dan
sekitarnya diminta bantuannya secara sukarela untuk menyediakan nasi besekan 3
besek untuk diberikan kepada para tamu yang datang. Pada tanggal 9 Syura Acara
buka selambu (kain luwur) makam dan dilanjutkan acara pelelangan selambu makam
Syekh Ahmad Al-Mutamakkin ini merupakan acara puncak. Tradisi ini dihadiri oleh
semua orang dari berbagai kalangan. Sebelum acara buka selambu dimulai
didahului dengan tahlilan terlebih dahulu. Setelah pelelangan biasanya para
orang-orang yang mendatangi acara tersebut dan para zairin – zairot berebut
nasi ambeng yang telah didoakan terlebih dahulu. Diantara nasi ambeng itu
terdapat piring panjang bekas tempat makan dari mbah mutamakin. Piring panjang
tersebut juga diisi makanan yang dimasak dari kyai desa kajen dari salah satu
keturunan mbah mutamakin yang menyimpan piring tersebut. Piring ini berbentuk
bulat namun lebar. Selain pembagian makanan ada juga ritual meminum air oleh
para tamu dengan menggunakan tempat minum yang dahulunya dipakai mbah mutamakin
untuk minum yang terbuat dari kuningan. Pada siang harinya acara pemeriahan
suronan ini di adakannya karnaval dan pentas seni dari berbagai daerah sekitar
pati, kudus, jepara dan sekitarnya. Selanjutnya pada tanggal 10 Syura merupakan
acara penutupan dengan ritual manaqiban penutup dilanjutkan dengan tahlil.
Selain acara inti dari suronan tersebut biasanya perguruan – perguruan turut
memeriahkan tradisi ini. Di Perguruan Matholiul Falah diadakannya Batsul Masail
yang dihadiri para kyai – kyai, di Kampus STAI Mathaliul Falah sendiri juga
mengadakan ExPo yang dikunjungi oleh berbagai kalangan, di stand “Wes go
mampir...” dari prodi PMI terdapat aneka makanan dan minuman, di stand – stand
lain juga ada bazar buku, batik, makanan – makanan ringan, grosir pakaian,
serta pagelaran pertas seni dan budaya lainnya, sedangkan di perguruan
Salafiyah mengadakan pagelaran pentas seni dan budaya.